Sabtu, 30 April 2011

DALIHAN NA TOLU

S
istem kekerabatan orang batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut Dalihan Na Tolu (bahasa toba) atau tolu sahundulan (bahasa simalungun).
Dalihan Na Tolu adalah filosofis atau wawasan sosial-kulturan yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak. Dalihan Na Tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tungku tersebut adalah:
  • Pertama, Somba Marhula-hula/semba/hormat kepada keluarga pihak Istri.
  • Kedua, Elek Marboru (sikap membujuk/mengayomi wanita)
  • Ketiga, Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga)
Dalihan Na Tolu artinya tungku yang berkaki tiga, bukan berkaki empat atau lima. Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari ketiga kaki tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan. Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat. Tetapi untuk tungku berkaki tiga, itu tidak mungkin terjadi. Inilah yang dipilih leluhur suku batak sebagai falsafah hidup dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara, dengan hula-hula dan boru. Perlu keseimbangan yang absolut dalam tatanan hidup antara tiga unsur. Untuk menjaga keseimbangan tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu. 3 posisi penting dalam kekerabatan orang batak, yaitu:
1.      Hula hula atau tondong, yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di atas", yaitu keluarga marga pihak istri sehingga disebut somba somba marhula hula yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan. ada yang menafsirkan pemahaman ini menjadi “menyembah hula-hula, namun ini tidak tepat. Memang benar kata Somba, yang tekananya pada som berarti menyembah, akan tetapi kata Somba di sini tekanannya ba yang adalah kata sifat dan berarti hormat. Sehingga Somba marhula-hula berarti hormat kepada Hula-hula. Hula-hula adalah kelompok marga istri, mulai dari istri kita, kelompok marga ibu (istri bapak), kelompok marga istri opung, dan beberapa generasi; kelompok marga istri anak, kelompok marga istri cucu, kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hula-hula. Tanpa hula-hula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan.
2.      Dongan tubu atau sanina, yaitu kelompok orang-orang yang posisinya "sejajar", yaitu: teman/saudara semarga sehingga disebut manat mardongan tubu, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan. Manat mardongan tubu/sabutuha, suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat. Hati –hati dengan teman semarga. Kata orang tua-tua “hau na jonok do na boi marsiogoson” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan dll. Inti ajaran Dalihan Na Tolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati(masipasangapon) dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong. Dalihan Na Tolu menjadi media yang memuat azas hukum yang objektif.
3.      Boru, yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di bawah", yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut elek marboru artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat. Elek Marboru/lemah lembut tehadap boru/perempuan berarti rasa sayang yang tidak disertai maksud tersembunyi dan pamrih. Boru adalah anak perempuan kita, atau kelompok marga yang mengambil istri dari anak kita(anak perempuan kita). Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di ladang. tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan.
Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena setiap orang batak memiliki ketiga posisi tersebut: ada saatnya menjadi hula hula/tondong, ada saatnya menempati posisi dongan tubu/sanina dan ada saatnya menjadi boru.
Dengan Dalihan Na Tolu, adat batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Dalam sebuah acara adat, seorang gubernur harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak istri yang kebetulan seorang camat. Itulah realitas kehidupan orang batak yang sesungguhnya.lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan sistem demokrasi orang batak karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang universal. Dalihan Na Tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama, ketiga hal tersebut:

Sumber :
1.      Jan. S Aritonang, dkk, Beberapa Pemikiran Menuju Dalihan Natolu, (Jakarta:Dian Utama, 2006).
2.      J.C Vergouwen,Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba,(Yogyakarta: Lkis, 2004).
3.      Batara Sangti,Sejarah Batak,(Balige: Karl Sianipar Company, 1977).
4.      H.P. Panggabean,Pembinaan NilaiAdat Budaya Batak Dalihan Natolu,(Jakarta: Dian Utama, 2007).

Rabu, 27 April 2011

PEMANGGILAN “APPARA/AMPARA” DAN PENEMPATANNYA

A
ppara/Ampara adalah istilah yang digunakan bagi orang Batak, yang menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara satu pihak dengan pihak lain di dalam orang Batak. Appara memiliki makna dalam istilah Batak ialah ‘Dongan Tubu’, jadi kata ‘Appara/Ampara’ digunakan bagi orang Batak yang memiliki marga yang sama, contohnya ; ketika si A yang bermarga Siadari bertemu dengan si B yang bermarga Siadari yang bertemu di perantauan misalnya dan belum diketahui sama sekali silsilah antara si A dengan si B sehingga mereka memanggil ‘Appara/Ampara’. Namun setelah mereka saling martarombo dan akhirnya diketahui setelah mereka martarombo bahwa misalnya si A adalah adalah adik dari si B, atau si B adalah Amanguda si B atau bahkan bisa saja si A adalah opung dari si B walaupun usia antara si A dan si B tidak terpaut terlalu jauh.
            Namun istilah Apara/Ampara bisa digunakan bagi lain marga namun satu pomparan dongan tubu, misalnya ; si C yang bermarga Sitio bertemu dengan si D yang bermarga Sidabutar. Akan tetapi istilah Appara/Ampara sebenarnya lebih tepat digunakan hanya pada sesame marga, seperti contoh yang pertama di atas tadi. Di dalam contoh yang kedua di atas tadi sudah jelas bahwa Sidabutar merupakan abang dari Sitio, dan Sitio adalah anggi partubu ni Sidabutar jadi kurang tepat dan salah penempatan apabila Sitio memanggil Sidabutar dengan sebutan Appara, begitu juga sebaliknya.Istilah Appara digunakan bagi sesama marga yang saling bertemu dimana mereka belumlah saling mengenal dan tidak mengetahui partuturan antara satu dengan yang lainnya sesama marga mereka.
            Banyak orang Batak menggunakan kata Appara bukan hanya kepada sesama marga namun ke marga yang masih dongan tubu mereka. Terkadang mereka menggunakan istilah Appara/Ampara  kepada marga lain tetapi masih dongan tubu karena factor umur, contohnya ; si E yang bermarga Napitu bertemu dengan si F yang bermarga Siallagan, si E berusia 25 tahun dan si F berusia 21 tahun,si E mengetahui bahwa si F adalah abangnya namun karena usia si F terpaut 4 tahun lebih muda dari si E, akhirnya si E memanggil Appara, begitu juga sebaliknya, karena si F tahu si E adiknya maka si F memanggil Appara kepada si E. Sesungguhnya tidak ada yang salah dari pemanggilan diatas, namun alangkah baiknya bila si E tidak segan atau sungkan memanggil si F dengan panggilan abang, bila malu si E bisa memanggil namanya saja, atau Appara si Doli. Begitu juga dengan si F, lebih baik dan berharga bila memanggil si E Anggia atau Amanguda, Amanguda disini bukan berarti bahwa dia adalah adik dari bapa kita, tetapi sebagai bentuk penghormatan karena usianya lebih tua dari kita.
            Ada juga bahkan marga yang harusnya dipanggil abang memanggil abang kepada marga yang menjadi adiknya karena usia tadi dan juga karena rasa tidak enak memanggil nama atau anggia atau memangil adik. Contohnya : si G yang bermarga Sidabalok yang berusia 22 tahun memanggil abang ke si H yang bermarga Rumahorbo yang berusia 28 tahun. Justru ini akan membuat ketika mereka sudah saling berumah tangga akan terus berlanjut karena terbiasa, dan si G memanggil istri dari si H kakak,padahal istri si H adalah anggi borunya yang harusnya si G memangil ‘inang’ kepada istri si H. Seharusnya rasa tidak enak, rasa sungkan itu bisa diganti daripada memanggil abang menjadi memanggil amanguda, namun ke istrinya tetaplah inang, atau ketika sudah berumah tangga bila si H sudah memilik anak si G bisa memanggil si H ‘Ama ni Z atau Ama ni …. (nama anaknya)’, seperti itu lebih baik dan sangat baik. Hal tersebut sangat sering terjadi di marga yang lain bukan hanya di Pomparan Raja Nai Ambaton, hal tersebut terjadi karena rasa tidak enak, sungkan, tidak adanya pengetahuan dari orang tua, juga dari pribadi masing-masing individu yang memang kurang begitu peduli akan hal-hal yang kecil. Terutama bagi Parna, yang merupakan marga terbanyak di suku Batak, yang hamper ± 70 marga, walaupun memang ada beberapa versi dari masing-masing marga Parna karena masalah siakkangan dan sianggian, namun itu hanyalah sebagian kecil saja, namun di Si Opat Ama, di Ompu Tuan Binur misalnya sudah jelas siapa siabangan dan sianggian sehingga baiknya istilah diatas bisa diterapkan, sehingga adat istiadat, budaya, sejarah, silsilah dan semua yang berkaitan tentang Batak tidaklah hilang begitu saja sehingga dapat ditanamkan pada generasi muda yang kedepannya akan lebih peduli dan bangga akan identitasnya sebagai orang Batak.

Selasa, 26 April 2011

TAROMBO VERSI MASING - MASING MARGA PARNA

       I.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Sitanggang


TUAN SORIMANGARAJA anak na ima
1, Raja Asi-Asi
2. RAJA ISUMBAON
3. Guru Tatea Bulan

RAJA ISUMABON Anak na ima

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       DATU SINDAR MATANIARI/ SULIRAJA/RAJA NAIAMBATON
b.      RAJA SITEMPANG
1.      Sitanggang
2.      Sigalingging
c.       RAJA NABOLON
1.      SIMBOLON TUA
2.      TAMBA TUA
3.      SARAGI TUA
4.      MUNTHE TUA
5.      NAHAMPUN TUA

    II.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Sigalingging

·         RAJA BATAK
a.       Guru Tatea Bulan
b.      RAJA ISUMBAON
                                                  i.      TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA - SI BORU ANTING HAUMASAN - SI BORU SINTA HAUMASAN
                                                ii.       Raja Asi-asi
                                              iii.      Sangkar Somalindang
c.       Toga Laut

·         TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA
d.      TUAN SORBA DIJULU
e.       Tuan Sorba Dijae
f.       Tuan Sorba Dibanua

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       SIMBOLON TUA
b.      MUNTHE TUA
1.      Ompu Tanjabau
·         Sitanggang
·         Sigalingging
2.      Ompu Tongging
·         Munthe
c.       TAMBA TUA
d.      SARAGI TUA

 III.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Munthe
a.       SIMBOLON TUA
b.      TAMBA TUA
c.       SARAGI TUA
d.      MUNTHE TUA
                                                              i.      Ompu Raja Pangururan
1.      Sitanggang
2.      Sigalingging
                                                            ii.      Ompu Jelak Maribur
1.      Munthe
                                                          iii.      Ompu Jelak Karo
1.      Ginting

 IV.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Simarmata
·         RAJA BATAK
a.       Guru Tatea Bulan
b.      RAJA ISUMBAON
                                                  i.      TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA - SI BORU ANTING HAUMASAN - SI BORU SINTA HAUMASAN
                                                ii.       Raja Asi-asi
                                              iii.      Sangkar Somalindang
c.       Toga Laut

·         TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA
a.       TUAN SORBA DIJULU
b.      Tuan Sorba Dijae
c.       Tuan Sorba Dibanua

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       SIMBOLON TUA
b.      TAMBA TUA
c.       SARAGI TUA
d.      MUNTHE TUA
e.       NAHAMPUN TUA

    V.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Si Opat Ama (Sidabutar, Sijabat, Siadari, Sidabalok)
·         RAJA BATAK
a.       Guru Tatea Bulan
b.      RAJA ISUMBAON
                                                  i.      TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA - SI BORU ANTING HAUMASAN - SI BORU SINTA HAUMASAN
                                                ii.       Raja Asi-asi
                                              iii.      Sangkar Somalindang
c.       Toga Laut

·         TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA
a.       TUAN SORBA DIJULU
b.      Tuan Sorba Dijae
c.       Tuan Sorba Dibanua

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       SIMBOLON TUA
b.      TAMBA TUA
c.       SARAGI TUA
d.      MUNTHE TUA
e.       NAHAMPUN TUA

 VI.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Simbolon
·         RAJA BATAK
a.       Guru Tatea Bulan
b.      RAJA ISUMBAON
                                                  i.      TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA - SI BORU ANTING HAUMASAN - SI BORU SINTA HAUMASAN
                                                ii.       Raja Asi-asi
                                              iii.      Sangkar Somalindang
c.       Toga Laut

·         TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA
a.       TUAN SORBA DIJULU
b.      Tuan Sorba Dijae
c.       Tuan Sorba Dibanua

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       SIMBOLON TUA
b.      TAMBA TUA
c.       SARAGI TUA
d.      MUNTHE TUA
e.       NAHAMPUN TUA

          VII.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Pomparan Tamba Tua
·         RAJA BATAK
a.       Guru Tatea Bulan
b.      RAJA ISUMBAON
                                                  i.      TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA - SI BORU ANTING HAUMASAN - SI BORU SINTA HAUMASAN
                                                ii.       Raja Asi-asi
                                              iii.      Sangkar Somalindang
c.       Toga Laut

·         TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA
a.       TUAN SORBA DIJULU
b.      Tuan Sorba Dijae
c.       Tuan Sorba Dibanua

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       SIMBOLON TUA
b.      TAMBA TUA
c.       SARAGI TUA
d.      MUNTHE TUA
e.       NAHAMPUN TUA

       VIII.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Sitio Siruberube
·         RAJA BATAK
a.       Guru Tatea Bulan
b.      RAJA ISUMBAON
                                                  i.      TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA - SI BORU ANTING HAUMASAN - SI BORU SINTA HAUMASAN
                                                ii.       Raja Asi-asi
                                              iii.      Sangkar Somalindang
c.       Toga Laut

·         TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA
a.       TUAN SORBA DIJULU
b.      Tuan Sorba Dijae
c.       Tuan Sorba Dibanua

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       SIMBOLON TUA
b.      TAMBA TUA
c.       SARAGI TUA
d.      MUNTHE TUA
e.       SINAHAMPUN/NAHAMPUN TUA

             IX.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi Sitio Siruberube
·         RAJA BATAK
a.       Guru Tatea Bulan
b.      RAJA ISUMBAON
                                                  i.      TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA - SI BORU ANTING HAUMASAN - SI BORU SINTA HAUMASAN
                                                ii.       Raja Asi-asi
                                              iii.      Sangkar Somalindang
c.       Toga Laut

·         TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA
a.       TUAN SORBA DIJULU
b.      Tuan Sorba Dijae
c.       Tuan Sorba Dibanua

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       SIMBOLON TUA
b.      TAMBA TUA
c.       SARAGI TUA
d.      MUNTHE TUA
e.       SINAHAMPUN/NAHAMPUN TUA

                  X.            POMPARAN NI RAJA NAIAMBATON (PARNA) Versi W. Hutagalung Pustaha taringot Toe Tarombo Batak
·         RAJA BATAK
a.       Guru Tatea Bulan
b.      RAJA ISUMBAON
                                                  i.      TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA - SI BORU ANTING HAUMASAN - SI BORU SINTA HAUMASAN
                                                ii.       Raja Asi-asi
                                              iii.      Sangkar Somalindang
c.       Toga Laut

·         TUAN SORIMANGARAJA/SI BORU ANTING MALELA
a.       TUAN SORBA DIJULU
b.      Tuan Sorba Dijae
c.       Tuan Sorba Dibanua

·         TUAN SORBA DIJULU (OMPU RAJA NABOLON)
a.       SIMBOLON TUA
b.      TAMBA TUA
c.       SARAGI TUA
d.      MUNTHE TUA


A.    MARGA-MARGA PARNA YANG MEMILIKI PADAN KHUSUS
1.      Siallagan – Turnip – Simarmata (Saragi Tua)
2.      Turnip – Sidauruk – Sitio disebut "RAJA SI TOLU TALI"
3.      Sitanggang Bau – Gusar (Keturunan dari Sijabat)
***
ð  Semua memiliki kesamaan, yaitu hanya satu boru Tuan Sorba Dijulu ima Namboru Pinta Haomasan
ð  Hanya versi Sitanggang yang mengatakan Pinta Haomasan kembar, dan kembarannya ialah Guru So Dundungon yang tidak diketahui asal usulnya
ð  Ini diambil hanya sebagian dari versi marga-marga Parna
Sumber :
5.      Buku Bonataon SI Opat Ama Se Jabodetabek tahun 2007
7.      Tarombo Pomparan Raja Tamba Tua na adong di Kotamadya Siantar
10.  Buku Karangan W. Hutagalung Pustaha Taringot Toe Tarombo Batak