Menurut turi-turian, ia parjadi ni Danau Toba (Tao Toba),
ima ala mansai muruk do sada baoa tu anakna napahabishon indahan ni amana.
“Toho ma ho anak ni dekke”, ninna baoa i muruk tu anakna i. Laho ma dakdanak i
mandapothon inana paboahon hata ni amana, “Inang, ai na anak ni dekke do ahu?”,
ninna ibana. Gabe tumatangis ma inana ala nunga dilanggar amantana janji na
hian, na so boi dohononna na sian dekke do nialapna. Ala ni godang ni ilu ni boru-boru
i, gabe jadi ma Tao Toba. I ma versi turi-turian parjadi ni tao Toba. Alai
nunga adong versi ilmiah, parjadi ni tao Toba. Songon na tarsurat di toruon.
Danau Toba adalah sebuah danau
vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar
30 kilometer yang terletak di Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar
di Indonesia dan Asia
Tenggara. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.
Danau
Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang dan Nias,
menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Diperkirakan
Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar
73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano
(gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose
dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan
vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan
ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat
selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh
bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu
dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian
ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia
sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60
juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih
memperdebatkannya.
Setelah
letusan tersebut, terbentuk kaldera yang
kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba.
Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar
menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Tim
peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu
konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs arkeologi
baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi
di selatan dan utara India. Di situs itu
terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan sesudah letusan gunung
berapi (supervolcano) Toba pada 74.000
tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama
tujuh tahun, para ahli dari oxford University
tersebut meneliti projek ekosistem di India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan
peralatan hidup yang mereka tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare
ini ternyata hanya sabana (padang rumput).
Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim menyimpulkan, daerah yang cukup
luas ini ternyata ditutupi debu dari letusan gunung berapi purba.
Penyebaran
debu gunung berapi
itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi
supervolcano purba,
yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang
kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil,
dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam
hingga Kutub Utara.
Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan
super gunung berapi Toba kala
itu.
Beberapa tahun lalu sekelompok peneliti
dibawah pimpinan Greg Zielinski, peneliti dari Universitas New Hampshire,
Amerika, melakukan penelitian di Greenland, Kutub Utara. Tim Zielinski
mempelajari umur lapisan es yang terbentuk di kutub. Dari penelitian itu,
mereka mendapati pola perubahan temperatur es bumi secara global dalam kurun
waktu yang cukup lama. Yang mengejutkan mereka dari penelitian itu adalah, pada
suatu saat sekitar 74.000 tahun lalu, ada lonjakan besar kandungan sulfat di
atmosfer, yang mengakibatkan terjadinya penurunan temperatur bumi secara
drastis.
Lonjakan penurunan itu terjadi hampir
40 kali dari kondisi normal. Dari informasi itu mereka memperkirakan bahwa ada
kejadian global yang menjadikan kandungan sulfat di atmosfir sangat besar
sampai kurang lebih 2-4 ribu megaton H2SO4 (asam sulfat) di atmosfir. Kejadian
global yang dahsyat itu membentuk awan kuning yang menutupi hampir seluruh
permukaan bumi, menjadikan sinar matahari tidak bisa menembus. Dan akhirnya
terjadi penurunan temperatur bumi. Pada saat yang sama mahluk hidup, binatang
dan tumbuhan mati. Tim Zielinski bertanya-tanya kejadian apa pada 74.000 tahun
lalu, dan dimana terjadinya di bumi.
Ditempat lain, Michael Rampino seorang
ahli geologi dari University of New York, meneliti temperatur bumi dari kondisi
geologis tanah. Dia meneliti pola temperatur sejak ribuan tahun yang lalu
berdasarkan material geologi. Dari penelitian itu ia mendapati, pada suatu
saat, ada penurunan temperatur bumi sebesar 5 derajat celcius dalam beberapa
tahun. Dalam keadaan normal, penurunan temperatur sebesar itu terjadi dalam
kurun waktu ribuan tahun. Dari data ini ia menyimpulkan bahwa ada kejadian
dahsyat luar biasa yang menyebabkan terjadinya penurunan temperatur secara luar
biasa.
Lalu Michael Rampino menghitung kapan
peristiwa luar biasa itu terjadi, dan ia sampai pada suatu angka, bahwa terjadi
ledakan super dahsyat pada 74.000 tahun lalu. Pertanyaan selanjutnya adalah
ledakan apa yang sedemikian dahsyat di bumi dan dimana persisnya kejadiannya.
Baik Greg Zielinski dan Michael
Rampino, sampai pada suatu pertanyaan yang sama, dimana ledakan super dahsyat
74.000 tahun lalu itu.
Seorang ahli vulkanologi di Universitas
Toronto, Canada, John Westgate, dia adalah ahli yang bisa menentukan dari mana
asal suatu material vulkanik. Ketika dalam bagian penelitiannya, ia mendapatkan
material vulkanik dari Eropa, tapi ia menemukan bahwa material vulkanik yang
sangat berbeda dari apa yang dia ketahui di Eropa. Maka ia mencoba mencocokkan
apakah material itu berasal dari pegunungan Laki
di Eropa, ternyata setelah diteliti, material itu tidak dari Gunung Laki.
Sementara itu seorang ahli lain, Craig
Chesner, sedang melakukan penelitian di sekitar Danau Toba. Ia terheran-heran
dengan bentuk danau dan kedalaman air di danau. Ia kemudian menemukan lapisan
debu vulkanik yang sangat tebal di bukit-bukit sekitar Danau Toba. Chesner
kemudian mengirimkan contoh debu vulkanik tersebut kepada John Westgate di
Toronto.
John Westgate, meneliti debu vulkanik
kiriman Chesner, dan ternyata sama dengan yang dia teliti dari Eropa.
Pertanyaan Rampino dan pertanyaan Zielinski, ternyata mengarah pada temuan Joh
Westgate. Telah terjadi ledakan super dahsyat 74.000 tahun lalu di Sumatera,
tepatnya di lokasi Danau Toba sekarang, sebagaimana temuan Chesner.
Ledakan itu sedemikian dahsyat sehingga
debunya mencapai Afrika dan daratan Cina serta Eropa. Diperkirakan material
vulkanik yang dimuntahkan dari Toba lebih dari 2.000 km kubik magma. Ini lebih
dari 4.000 kali jumlah yang dikeluarkan oleh Gunung Pinatubo di Philippina
tahun 1991. Tinggi awan debu Toba diperkirakan lebih dari 50 kilometer. Ledakan
Toba diperkirakan mengakibatkan kematian yang luar biasa di kawasan Asia
Tenggara.
Begitulah kejadian terbentuknya Danau
Toba. Sampai sekarang, tidak ada ledakan yang melebihi ledakan Danau Toba
74.000 tahun lalu.
Konon siklus ledakan vulkanik Toba,
bisa terjadi sekali dalam 400.000 tahun, jadi kira-kira 326.000 tahun dari
sekarang. Kalau ledakan sedahsyat 74.000 tahun lalu di Toba terjadi sekarang,
maka diperkirakan 50 persen penduduk Asia mungkin akan mati terbunuh secara
langsung dan tidak langsung.
Sumber :
1. National Geograpic
2. Michael Rampino
3. http://togarsilaban.wordpress.com/2008/06/19/bagaimana-danau-toba-terbentuk/
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Danau_Toba