Barangkali
anda pernah mendengar bahwa Raja Sisingamangaraja memiliki pusaka Piso Solam
Debata. Ada juga yang menyebut nama pisau pusaka itu Gaja Dompak. Apa arti
kedua sebutan itu ?
Bicara mengenai pusaka, baik itu milik Raja Sisingamangaraja, yang terbayang adalah kasiat dan kekuatan daya magisnya. Tapi mohon maaf, bagi yang cenderung magis, saya tidak membahas itu.
Bicara mengenai pusaka, baik itu milik Raja Sisingamangaraja, yang terbayang adalah kasiat dan kekuatan daya magisnya. Tapi mohon maaf, bagi yang cenderung magis, saya tidak membahas itu.
Banyak
yang membicarakan pusaka batak seperti piso halasan, pinggan pasu dari kajian
magisnya. Mereka menyebut pusaka yang dapat mendatangkan hujan, pinggan yang
dapat melumpuhkan racun dan beragam keyakinan lainnya. Pemikiran mereka itu
ditularkan dari orang ke orang sehingga kesadaran mereka hilang dari pemaknaan
pusaka itu sendiri sebagai lambang kebesaran, hakekat kemanusiaan. Lambang
kebesaran itu dilihat dari segi manfaat bagi sesama dalam koridor ketaatan
kepada “patik dohot uhum” aturan dan hukum.
PISO
Piso, artinya pisau. Runcing dan tajam, mengarit dan memotong. Dalam intonasi
berbeda, piso dapat juga disebutkan untuk wajah yang agak runcing, mata yang
tajam.
Runcing, dalam pengertian benda adalah yang dengan mudah dan handal untuk melakukan penetrasi kepada objek yang disasarnya. Dalam bahasa batak disebut “rantos”
Rantosna, adalah ketajamannya. Dalam pengertian kecerdasan berpikir, kecerdasan intelektual hingga geniusitas seseorang diartikan sebagai ketajaman melihat sesuatu permasalahan, peluang dan kecerdasan mengambi kesimpulan dan tindakan. Pemimpin Batak diharapkan memiliki kecerdasan intelektual untuk handal melakukan tindakan bermanfaat untuk semua kalangan.
Runcing, dalam pengertian benda adalah yang dengan mudah dan handal untuk melakukan penetrasi kepada objek yang disasarnya. Dalam bahasa batak disebut “rantos”
Rantosna, adalah ketajamannya. Dalam pengertian kecerdasan berpikir, kecerdasan intelektual hingga geniusitas seseorang diartikan sebagai ketajaman melihat sesuatu permasalahan, peluang dan kecerdasan mengambi kesimpulan dan tindakan. Pemimpin Batak diharapkan memiliki kecerdasan intelektual untuk handal melakukan tindakan bermanfaat untuk semua kalangan.
Dalam berstruktur, kecerdasan berpikir individu dapat dihimpun dengan
kesepakatan akhir. Kesepakatan yang menjadi keputusan itu disebut “tampakna”.
“Marnatampak” artinya duduk bersama, bermusyawarah. Hasil keputusan bersama ini disimpulkan menjadi output ketajaman pikiran, kecerdasan itelektual mereka. Hasil keputusan ini diandalkan mampu melakukan penetrasi saat operasional. Inilah yang disebut “tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona”.
Hasil kesepakatan adalah keputusan intelektual yang handal dan dengan bersama-sama menjadi kekuatan operasionalnya.
“Marnatampak” artinya duduk bersama, bermusyawarah. Hasil keputusan bersama ini disimpulkan menjadi output ketajaman pikiran, kecerdasan itelektual mereka. Hasil keputusan ini diandalkan mampu melakukan penetrasi saat operasional. Inilah yang disebut “tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona”.
Hasil kesepakatan adalah keputusan intelektual yang handal dan dengan bersama-sama menjadi kekuatan operasionalnya.
SOLAM
Solam, artinya terbatas. Parsolam adalah seseorang yang membatasi diri. Ada
yang membatasi diri secara permanen dari makanan tersentu. Bagi seseorang yang
terbatas selera untuk makanan tertentu, apakah diakibatkan oleh penyakit yang
bersifat sementara atau karena kelelahan disebut juga “solam”.
Solam cenderung menjadi sifat internal yang melakukan batasan, sementara yang dipantangkan itu disebut “subang”.
Solam cenderung menjadi sifat internal yang melakukan batasan, sementara yang dipantangkan itu disebut “subang”.
Keinginan, kehendak, tindakan seseorang yang dinilainya baik untuk dirinya
belum tentu bermanfaat dan berdampak baik untuk orang lain. Seseorang yang
pintar dan cerdas harus mampu melakukan kajian apakah buah pikirannya,
tindakannya berakibat baik atau buruk kepada yang lain.
Bila lebih besar dampaknya ke arah yang kurang baik, maka dia harus melakukan pembatasan tindakan.
Ketulusan hati dan kebersihan jiwa adalah awal kemampuan melakukan “solam” pembatasan. Pemimpin yang menyadari itu akan menunda sesuatu tindakan yang dipikirkan berdampak buruk jangka panjang kepada masyarakat.
Bila lebih besar dampaknya ke arah yang kurang baik, maka dia harus melakukan pembatasan tindakan.
Ketulusan hati dan kebersihan jiwa adalah awal kemampuan melakukan “solam” pembatasan. Pemimpin yang menyadari itu akan menunda sesuatu tindakan yang dipikirkan berdampak buruk jangka panjang kepada masyarakat.
HALASAN
Las, artinya hangat. Las roha, artinya hati senang. Halasan artinya kesenangan.
Kesenangan pribadi belum tentu menjadi kesenangan publik. Semua tindakan yang
dilakukan seorang pemimpin harus menjadi kesenangan bagi orang banyak.
Penetapan Aturan secara bersama dan penegakan hukum yang adil adalah yang
membawa manfaat “halasan” bagi orang banyak.
PISO
HALASAN
Biasanya dimiliki seorang pemimpin batak yang sudah memiliki otoritas hingga di
tingkat BIUS. Ini adalah lambang kebesaran “hasangapon” bagi dirinya yang
membawa manfaat bagi orang banyak. Menegakkan hukum yang adil dan memberi jalan
kehidupan bagi warga. Mereka cerdas, namum mampu membatasi diri untuk tidak
terjerumus kepada kepentingan pribadi. Pola pikirnya tajam “piso” mencari
solusi dalam setiap permasalahan dan memperluas wawasan mencari peluang untuk
kesejahteraan. Pisau adalah lambang kecerdasan, dan sarungnya adalah hukum yang
melakukan “solam” pembatasan dari hal yang menjerumuskannya kepada perbuatan
yang dapat merugikan masyarakat.
Semua hasil pemikiran, tindakan pemimpin akan bermanfaat untuk orang banyak,
kerukunan, kedamaian, kesejahteraan yang menjadi “halasan” kesenangan yang
lebih berarti, kebahagiaan.
PISO
SOLAM DEBATA
Hanya dimiliki seorang yaitu baginda Raja Singamangaraja. Penjelasan maknanya
sama dengan piso halasan. Perbedaannya adalah, bila para raja di kalangan
masyarakat adalah otonom bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat,
Solam Debata mengartikan fungsi Singamangaraja sebagai lambang keadilan dan
mempertanggungjawabkan semua tindakan dan perbuatannya kepada Mulajadi Nabolon.
Beliau ada dalam suasana “pardebataan”. Beliau seorang “Malim” orang suci yang
disucikan “na pitu hali malim, na pitu hali solam”. Setiap saat melakukan
komunikasi dengan penciptanya pemberi amanah tugas dan wewenang kepada dirinya.
Amanah itu pula yang diberikan kepada para raja batak untuk melakukan tugas dan
wewenang kemanusiaan yang adil dan beradab.
GAJA
DOMPAK
Gaja Dompak adalah sebutan untuk bentuk ukiran yang berpenampang gajah. Ruma dan Sopo di Toba masih ditemukan memakai singa-singa dengan ukiran Gaja Dompak. Ukiran para tangkai Piso Solam Debata mungkin saja berbentuk gajah sehingga disebut Gaja Dompak. Konon Sisingamangaraja I Raja Manghuntal disebut menerima amanah harajaon dari Raja Uti. Sisingamangaraja dianugerahi seekor gajah putih dan piso berukir Gaja Dompak yang kemudian dikenal Piso Solam Debata.
Bila ada pemikiran lain bahwa Piso gaja Dompak berbeda dengan Piso Silam Debata sehingga dalam pengertiannya ada dua piso pusaka itu, kiranya dapat terbukti. Saya hanya mampu menjelaskan pemaknaan piso Solam Debata dan pengertian saya yang terbatas dengan Gaja Dompak.
Gaja Dompak adalah sebutan untuk bentuk ukiran yang berpenampang gajah. Ruma dan Sopo di Toba masih ditemukan memakai singa-singa dengan ukiran Gaja Dompak. Ukiran para tangkai Piso Solam Debata mungkin saja berbentuk gajah sehingga disebut Gaja Dompak. Konon Sisingamangaraja I Raja Manghuntal disebut menerima amanah harajaon dari Raja Uti. Sisingamangaraja dianugerahi seekor gajah putih dan piso berukir Gaja Dompak yang kemudian dikenal Piso Solam Debata.
Bila ada pemikiran lain bahwa Piso gaja Dompak berbeda dengan Piso Silam Debata sehingga dalam pengertiannya ada dua piso pusaka itu, kiranya dapat terbukti. Saya hanya mampu menjelaskan pemaknaan piso Solam Debata dan pengertian saya yang terbatas dengan Gaja Dompak.
Piso Halasan dan Piso Solam Debata adalah lambang kebesaran pemimpin
batak.Mereka yang memiliki kecerdasan intelektual menegakkan keadilan dan
memberikan kehidupan yang damai dan sejahtera kepada umat manusia dan
senantiasa bertanggungjawab kepada Tuhan Yang maha Esa. Anda mungkin sudah mengetahui
dari kajian akademis tentang EQ, IQ dan SQ, namun leluhur batak sudah
mengimplementasikannya dalam “hadirion” kepribadian seorang pemimpin dan
masyarakat.
Bila ada berkeinginan
memberikan lambang kebesaran itu kepada pemimpin negeri maka berilah mereka
pemahaman akan pengertian lambang itu sehingga mereka tidak menjadi koruptor
dan getol mempermainkan hukum. Bila itu tidak terpenuhi, maka pemberian itu
merupakan kesalahan prosedur dan pemahaman makna dan nilai budaya batak. Itu
memplesetkan lambang kebesaran batak itu.
Bila ada berkeinginan menjual pusaka seperti ini yang dulunya lambang kebesaran leluhur penegak keadilan dan peradaban, mungkin dia menilai leluhurnya itu orang sesat. Dia menganggap pisau itu magis, menggorok orang, diberi sesajen darah manusia. Maka saya katakan justru anggapan itulah yang sesat. Mereka mungkin dipengaruhi virus pikiran dari orang yang tidak ingin kebesaran peradaban batak muncul ke permukaan. Atau mungkin terpengaruh strategi para pedagang barang antik sehingga dengan mudah dapat mendapatkan barang pusaka kebesaran pribadi pemimpin batak itu.
Bila ada berkeinginan menjual pusaka seperti ini yang dulunya lambang kebesaran leluhur penegak keadilan dan peradaban, mungkin dia menilai leluhurnya itu orang sesat. Dia menganggap pisau itu magis, menggorok orang, diberi sesajen darah manusia. Maka saya katakan justru anggapan itulah yang sesat. Mereka mungkin dipengaruhi virus pikiran dari orang yang tidak ingin kebesaran peradaban batak muncul ke permukaan. Atau mungkin terpengaruh strategi para pedagang barang antik sehingga dengan mudah dapat mendapatkan barang pusaka kebesaran pribadi pemimpin batak itu.
Sumber dari
http://yuval-pasaribu.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar