Selasa, 08 Mei 2012

SEJARAH SIDABUKKE DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARNA

Saya membuat grup & tulisan ini, berawal dari adanya Group Dabukke cs yang saya kira tujuannya untuk mempersatukan Sidabukke yang kemudian baru-baru ini berganti nama menjadi “Saragi Dabukke”. Hal ini jelas mengakibatkan kontroversi dan bukan tidak mungkin akan menyebabkan perpecahan didalam keluarga Sidabukke. Beberapa waktu yang lalu saya sempat bersitegang dengan beberapa ito saya di group itu, dimana mereka bersikeras mengatakan Dabukke adalah Saragi.

Mungkin bagi beberapa orang marga Sidabukke, ini bukan hal yang penting dibahas. Tapi bagi saya sendiri meskipun saya “boru” hal ini perlu diluruskan dengan tujuan baik supaya Sidabukke tetap Satu.

Saya akan menuliskan sekilas sejarah Sidabukke yang saya ketahui dari turiturian (cerita) yang disampaikan oleh Oppung (nenek moyang) dan orangtua saya. Bukan niat untuk mengajari karena seperti yang saya katakan tadi tujuan saya baik dan saya hanyalah boru serta tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada ito/bapak (hulahula) saya tulisan ini boleh ditambahkan,diberi saran, kritik oleh saudara sekalian demi kebaikan bersama & juga agar tidak ada kesalahpahaman diantara keluarga Sidabukke.

Kisah ini terjadi di Huta Sibatubatu Pulau Samosir. Berawal dari Raja Sinalin yang menikah dengan boru Napitu. Mereka berumah di balian (sopo-sopo). Karena terlalu rajin mangula (bertani) maka waktu dan perhatian Op.Raja Sinalin untuk “paradaton” atau “pesta adat” jadi berkurang dan bahkan Op.Raja Sinalin hampir tidak pernah lagi mengikuti paradaton tersebut. Pada zaman itu orangtuanya Op.Raja Sinalin sering mengadakan pesta gondang untuk menghormati nenek moyangnya di rumah Salaon yang mereka anggap rumah sakti. Sampai akhirnya pada suatu saat ketika akan diadakan gondang di rumah Salaon,sebagian besar dari angginya Raja Sinalin mengatakan “Boha do hita laho margondang? Hahatta (abang) siakkangan pe dang di son”. Akhirnya adik-adiknya pun menjemput Raja Sinalin. Tetapi Raja Sinalin tetap tidak mau pulang mengahadiri ulaon (acara) tersebut. Berganti-gantian angginya (adek2nya) menjemput Raja Sinalin tetap menolak dan menjawab “Hamu ma margondang isi, bukke hu on do naporlu di au” (bukke = tanah dengan potongan besar) sambil terus mencangkuli tanah memecah-mecah bukke itu.

Mendengar hal itu orangtua dari Raja Sinalin mengatakan “Dang anakku be i, Sidabukke nama i ala dabu hu bukke nai nama ibana, bukke nai nama naporlu di ibana”. Dan akhirnya Raja Sinalin menjadi Marga Sidabukke.

Raja Sinalin & istrinya tetap tinggal dan “mangula” di balian. Dan mereka memiliki 3 orang anak.

ANAK I bernama Op.Dukkittalun => Keturunannya Oppung inilah siakkangan yang tinggal di Sibatubatu dan Sidabukke-Sidabukke yang merantau yang berasal dari Sibatubatu.


ANAK II bernama OP.Guru Marsait Lipan => Oppung ini memiliki kesaktian dan suka berjudi (parjuji monang ala mardongan hadatuaon). Oppung ini merantau ke Silalahi yang awalnya untuk bertanding judi dan akhirnya tinggal di Silalahi. Untuk mendapat pengakuan dan harajaon (hak warisan & tanah) Op.Guru Marsait Lipan ini diminta raja Silalahi untuk mangalap (menikahi) boru mereka yaitu boru Silalahi. Tetapi karena Oppung ini memiliki kesaktian & kesaktiannya itu memiliki pantangan untuk menikah (tidak boleh menikah). Maka Op.Guru Marsait Lipan mengangkat anak dari angginya sendiri Op.Niunggul, anaknya bernama Op.Ombing untuk dinikahkan dengan boru Silalahi. Pada saat itu tidak ada parna di Silalahi, yang ada marga Silalahi sabungan & Situkkir. Oleh karena itu orang Silalahi menganggap Sidabukke adalah Parna. Keturunannya Op.Ombing inilah yang sampai saat ini sering mengaku parna. Yaitu sidabukke yang berasal dari Silalahi sekitarnya termasuk Sidikalang. Dan tona (pesan) dari Op.Guru Marsait Lipan sebelum meninggal “ Naso jadi pinomparni Raja Sidabukke parjuji, molo marjuji ikkon susa ngoluna”. (ingot hamu i :))

ANAK III bernama Op.Niunggul=> Keturunannya oppung inilah yang diangkat anak oleh Op.Guru Marsait Lipan yang bernama Op.Ombing. Oppung ini memiliki 5 anak (Amani Unggul,Op.Sinitta, Op.Pasu, Op.Bangun, Op.Ombing) yang keturunannya merantau ke daerah Simalungun sekitarnya seperti Tigaras, Siamantin, Bangun Bolak, Sidamanik, Sibuntuon, Paneitonga, Sirube-rube, Tanah Jawa,dll. Dan saya pun keturunan dari Op.Niunggul.

Catatan:
Jika ada Sidabukke yang mengaku parna kemungkinan besar akan berakibat buruk. Bisa terjadi pernikahan sedarah lagi, krn yang marito bisa jadi marpariban (marga Sidabukke tubuni boru saragi hu boru sidabukke namangakku saragi).
Orang yang menyatakan dan mempublikasikan Sidabukke adalah saragi maka berarti berusaha menghapus keturunan-keturunan Sidabukke yang dilahirkan oleh boru Parna termasuk Oppung-Oppung kita Op.Dukkittalun,Op Guru Marsait Lipan, Op.Niunggul, karena merekapun dilahirkan oleh boru Parna yaitu bori Napitu. Dari awal Sidabukke sudah martulang/marhulahula ke marga Napitu, bagaimana mungkin kita bilang lagi kita marga Saragi?? Sidabukke-Sidabukke yang “mangalap” (menikah dengan) boru Parna pun hidupnya diberkati Tuhan buktinya maranak marboru (berketurunan). Maka tidak ada alasan untuk mengatakan Sidabukke adalah Parna.

Yang saya tahu dan pernah lihat selama ini di Samosir jika ada pesta marga Sidabukke maka yang menerima jambar dongantubu adalah Sidabukke Dukkittalun atau Sidabukke Niunggul. Tidak pernah Sidabukke dijouhon (dipanggil) menerima jambar dongantubu di pesta atau ulaon marga Saragi apapun atau marga manapun. Itulah tandanya marga lainpun (marga Parna) tidak pernah menggap Sidabukke sebagai Dongan tubunya.
Saya sendiri merasa sangat miris dengan perbedaan yang ada diantara marga Sidabukke ini. Dimana boleh dibilang sudah jumlahnya sedikit, tetapi tidak bersatu. Olehkarena itu perlu ada kepedulian bagi kita keturunan-keturunan Sidabukke demi kebaikan Keluarga Besar Sidabukke boru, bere & ibebere di waktu mendatang. Perbedaan yang sudah terjadi inipun ( ada Sidabukke yang mengaku Saragi) bisa jadi karena oppung-oppung kita yang terdahulu “cuek” tidak berusaha meluruskan & menceritakan sejarah kepada keturunannya.

Marilah kita saling membangun, mendukung & peduli. Jangan malu mengakui jatidiri. Sidabukke adalah Sidabukke CUKUP. Bukan bagian dari manapun.
Marsiamin-aminan ma hita songon lampak ni gaol, marsitukkol-tukkolan songon suhat di robean.
Terima kasih…
Tuhan Yesus Memberkati Keluaga Besar Sidabukke………

Sumber : Group Facebook Sidabukke Satu
https://www.facebook.com/groups/199144206803322

Senin, 07 Mei 2012

JENIS ULOS BATAK



1. Si Tolu Tuho

Si tolu tuho-Bolean.Ulos ini biasanya hanya dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita. Tidak mempunyai makna adat kecuali bila diberikan kepada seorang anak yang baru lahir sebagai ulos parompa. Jenis ulos ini dapat dipakai sebagai tambahan, yang dalam istilah adat batak dikatakan sebagai ulos panoropi yang diberikan hula-hula kepada boru yang sudah terhitung keluarga jauh. Disebut Sitoluntuho karena raginya/coraknya berjejer tiga, merupakan “tuho” atau “tugal” yang biasanya dipakai untuk melubang tanah guna menanam benih.


2. Suri Suri
Biasanya disebut saja ulos Suri-suri, berhubung coraknya berbentuk sisir memanjang. Dahulu ulos ini diperguakan sebagai ampe-ampe/hande-hande. Pada waktu margondang (memukul gendang) ulos ini dipakai hula-hula menyambut pihak anak boru. Ulos ini juga dapat diberikan sebagai “ulos tondi” kepada pengantin. Ulos ini sering juga dipakai kaum wanita sebagai sabe-sabe. Ada keistimewaan ulos ini yaitu karena panjangnya melebihi ulos biasa. Bila dipakai sebagai ampe-ampe bisa mencapai dua kali lilit pada bahu kiri dan kanan sehingga kelihatan sipemakai layaknya memakai dua ulos.

3. Rujjat.
Ulos ini biasanya dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang sebagai ulos “edang-edang” (dipakai pada waktu pergi ke undangan). Ulos ini dapat juga diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat menurut versi (tohonan) Dalihan Natolu diluar hasuhutan bolon, misalnya oleh Tulang (paman), pariban (kakak pengantin perempuan yang sudah kawin), dan pamarai (pakcik pengantin perempuan). Ulos ini juga dapat diberikan pada waktu “mangupa-upa” dalam acara pesta gembira (ulaon silas ni roha).

4. Ragi Idup Silindung.
Tipe ragi idup dari daerah Silindung (Tarutung).Dalam system kekeluargaan orang Batak. Kelompok satu marga ( dongan tubu) adalah kelompok “sisada raga-raga sisada somba” terhadap kelompok marga lain. Ada pepatah yang mengatakan “martanda do suhul, marbona sakkalan, marnata do suhut, marnampuna do ugasan”, yang dapat diartikan walaupun pesta itu untuk kepentingan bersama, hak yang punya hajat (suhut sihabolonan) tetap diakui sebagai pengambil kata putus (putusan terakhir).Dengan memakai ulos ini akan jelas kelihatan siapa sebenarnya tuan rumah.

5. Ragi Idup.
Pembuatan ulos ini berbeda dengan pembuatan ulos lain, sebab ulos ini dapat dikerjakan secara gotong royong. Dengan kata lain, dikerjakan secara terpisah dengan orang yang berbeda. Kedua sisi ulos kiri dan kanan (ambi) dikerjakan oleh dua orang. Kepala ulos atas bawah (tinorpa) dikerjakan oleh dua orang pula, sedangkan bagian tengah atau badan ulos (tor) dikerjakan satu orang. Sehingga seluruhnya dikerjakan lima orang. Kemudian hasil kerja ke lima orang ini disatukan (diihot) menjadi satu kesatuan yang disebut ulos “Ragi Hidup”. Mengapa harus dikerjakan cara demikian? Mengerjakan ulos ini harus selesai dalam waktu tertentu menurut “hatiha” Batak (kalender Batak). Bila dimulai Artia (hari pertama) selesai di Tula (hari tengah dua puluh). ...


6. MANGIRING.
Ulos ini mempunyai corak yang saling iring-beriring. Ini melambangkan kesuburan dan kesepakatan. Ulos ini sering diberikan orang tua sebagai ulos parompa kepada cucunya. Seiring dengan pemberian ulos itu kelak akan lahir anak, kemudian lahir pula adik-adiknya sebagai temannya seiring dan sejalan. Ulos ini juga dapat dipakai sebagai.pakaian sehari-hari dalam bentuk tali-tali (detar) untuk kaum laki-laki. Bagi kaum wanita juga dapat dipakai sebagai saong (tudung). Pada waktu upacara “mampe goar” (pembaptisan anak) ulos ini juga dapat dipakai sebagai bulang-bulang, diberikan pihak hula-hula kepada menantu. Bila mampe goar untuk anak sulung harus ulos jenis “Bintang maratur”.

7. Sadum.

Sadum Angkola. Ulos ini penuh dengan warna warni yang ceria hingga sangat cocok dipakai untuk suasana suka cita. Di Tapanuli Selatan ulos ini biasanya dipakai sebagai panjangki/parompa (gendongan) bagi keturunan Daulat Baginda atau Mangaraja. Untuk mengundang (marontang) raja raja, ulos ini dipakai sebagai alas sirih diatas piring besar (pinggan godang burangir/harunduk panyurduan).Aturan pemakaian ulos ini demikian ketat hingga ada golongan tertentu di Tapanuli Selatan dilarang memakai ulos ini. Begitu indahnya ulos ini sehingga didaerah lain sering dipakai sebagai ulos kenang-kenangan dan bahkan dibuat pula sebagai hiasan dinding. Ulos ini sering pula diberi sebagai kenang kenangan kepada pejabat pejabat yang berkunjung ke daerah.
Sadum Toba

8. SI BOLLANG.
Ulos ini dapat dipakai untuk keperluan duka cita atau suka cita. Untuk keperluan duka cita biasanya dipilih dari jenis warna hitamnya menonjol, sedang bila dalam acara suka cita dipilih dari warna yang putihnya menonjol. Dalam acara duka cita ulos ini paling banyak dipergunakan orang. Untuk ulos “saput” atau ulos “tujung” harusnya dari jenis ulos ini dan tidak boleh dari jenis yang lain.Dalam upacara perkawinan ulos ini biasanya dipakai sebagai “tutup ni ampang” dan juga bisa disandang, akan tetapi dipilih dari jenis yang warnanya putihnya menonjol. Inilah yang disebut “ulos pamontari”. Karena ulos ini dapat dipakai untuk segala peristiwa adat maka ulos ini dinilai paling tinggi dari segi adat batak. Harganya relatif murah sehingga dapat dijangkau orang kebanyakan. Ulos ini tidak lajim dipakai sebagai ulos pangupa atau parompa.
Si bollang Rasta Pamottari

9. BINTANG MARATUR.
Ulos ini menggambarkan jejeran bintang yang teratur. Jejeran bintang yang teratur didalam ulos ini menunjukkan orang yang patuh, rukun seia dan sekata dalam ikatan kekeluargaan. Juga dalam hal “sinadongan.” (kekayaan) atau hasangapon (kemuliaan) tidak ada yang timpang, semuanya berada dalam tingkatan yang rata-rata sama. Dalam hidup sehari-hari dapat dipakai sebagai hande-hande (ampe-ampe), juga dapat dipakai sebagai tali-tali atau saong. Sedangkan nilai dan fungsinya sama dengan ulos mangiring dan harganya relatif sama.

10. HARUNGGUAN.Jenis ulos ini sudah sangat langka.Dulu digunakan pada ulaon Harajaon dan Hasuhutan Gondang.Digunakan juga oleh kaum ibu (Paniaran, marsitabolan, marsanggul bane).
11. Ulos Antak-Antak,
dipakai selendang orang tua melayat orang meninggal, dan dipakai sebagai kain dililit/ hohop hohop waktu acara manortor.
12.Ulos Padang Ursa, dipakai sebagai Tali-tali dan Selendang.
13 Ulos Pinan Lobu-Lobu, dipakai sebagai Selendang.
14. Ulos Pinuncaan,
Ulos ini sebenarnya terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah yang kemudian disatukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos yang kegunaannya antara lain:
Ulos ini dapat dipakai berbagai keperluan acara-acara duka cita atau suka cita, dalam acara adat ulos ini dipakai/ disandang oleh Raja-Raja Adat maupun oleh Rakyat Biasa selama memenuhi pedoman misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat suhut sihabolonon/ Hasuhutonlah (“tuan rumah”) yang memakai ulos ini, kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran, ulos ini juga dipakai/ dililit sebagai kain/ hohop-hohop oleh keluarga hasuhuton, dan Ulos ini sebagai Ulos Passamot pada acara Perkawinan.
15. Ulos Ragi Hotang Ulos ini biasa diberi kepada sepasang pengantin yang disebut sebagai Ulos Hela.
16 Ragi Huting, Ulos ini sekarang sudah Jarang dipakai, konon jaman orang tua dulu sebelum merdeka, anak-anak perempuan pakai Ulos Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari dililit didada (Hoba-hoba), dan kemudian dipakai orang tua sebagai selendang apabila bepergian.
17. Ulos Sibunga Umbasang dan Ulos Simpar, dipakai sebagai Selendang.
18. Ulos Simarinjam sisi, dipakai sebagai kain, dan juga dilengkapi dengan Ulos Pinuncaan disandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai Panjoloani yang memakai ini satu orang paling depan.
19. Ulos Tumtuman, dipakai sebagai tali-tali yang bermotif dan dipakai anak yang pertama dari hasuhutan.

note : catatan ini diolah dari berbagai sumber dan membutuhkan masukan dan keterangan yang melengkapi. mauliate
sumber :
http://tanobatak.wordpress.com/