Jumat, 01 Juli 2011

SEJARAH BORU NAN TINJO

Nan Tinjo boru siampudan ni Guru Tatea Bulan

AWAL TERJADINYA PULAU MALAU

Nantinjo adalah putri bungsu dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dari sepuluh bersaudara, anak yang pertama adalah Raja Uti, ke dua Saribu Raja, ke tiga Limbong Mulana, ke empat Sagala Raja, ke lima Lau Raja sedangkan perempuan yang pertama adalah Biding Laut, ke dua Boru Pareme, ke tiga Anting Haumasan, ke empat Sinta Haumasan dan ke lima Nantinjo. Kita dapat berbicara langsung dengan Nantinjo melalui Nai Hotni Boru Sagala yang tinggal di Cianjur Jawa Barat yang menjadi tempat masuknya Roh Nantinjo (Hasorangan). Tujuan Nantinjo kembali kedunia adalah untuk mengobati, membantu orang yang meminta pertolongan terlebih keturunan dari Bapak dan Ibunya serta meluruskan sejarah asal mula keturunan dari keluarganya dan mempersatukan kembali keturunan Bapaknya Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon.
Semasa hidupnya, Nantinjo mengalami penderitaan yang cukup berat, sebab ketika lahir kedunia ini saja dia tidak sempuma, dikatakan wanita bukan, pria juga bukan.Pada saat umurnya sepuluh tahun kedua orang tua Nantinjo telah di panggil Yang Kuasa. Semenjak ditinggal kedua orang tuanya semakin beratlah penderitaan yang dialaminya. Nantinjo tinggal bersama abangnya Limbong Mulana, karena yang tinggal dikampung pada saat itu hanyalah ketiga abangnya Limbong Mulana, Sagala Raja serta Lau Raja, sedangkan abangnya Raja Gumeleng-Geleng telah pergi dibawa oleh Yang Kuasa kepuncak Gunung Pusuk Buhit. Abangnya yang nomor dua Saribu Raja telah pergi juga merantau entah kemana rimbanya, dikarenakan adanya skandal cinta dengan adiknya sendiri Boru Pareme.
Kemelut keluarga yang begitu hebat telah melanda keluarga Nantinjo sehingga abangnya yang nomor tigalah yang harus bertanggung jawab atas diri Natinjo sepeninggal kedua orang tuanya. Walaupun Nantinjo tinggal dirumah abangnya sendiri, penderitaan yang dialaminya sangat berat karena begitu besar tanggungjawab yang dibebankan abangnya terhadap dirinya mulai dari mengurus rumah, mengasuh anak-anak, serta mencari bahan makanan ke hutan. Dan yang membuat hati Nantinjo sangat menderita apabila Nantinjo salah sedikit saja pastilah dia mendapat hukuman dari abangnya. Siksaan demi siksaan diterima Natinjo hari lepas hari dari abangnya tersebut. Meskipun begitu berat penderitaannya Nantinjo pasrah, sebab tumpuan harapan pengaduannya telah pergi merantau entah kemana.
Nantinjo mempunyai keahlian bertenun, maklumlah pada saat itu dia harus bertenun jika ingin mempunyai pakaian. Setiap bertenun, Nantinjo selalu melantunkan syair lagu penderitaannya dengan berlinang air mata sambil memohon kepada yang Kuasa agar ditunjukkan jalan padanya untuk dapat keluar dari deritanya. Melihat dan mendengar penderitaan serta jeritan hati Nantinjo, Yang Kuasa akhirnya menunjukkan jalan keluar kepada Nantinjo. Pada suatu saat datanglah abangnya Lau Raja bertamu kerumah Limbong Mulana, melihat adiknya sedang menangis hatinya sedih, sebagai abangnya Lau Raja penasaran dan bertanya kepada sang adik, mengapa engkau menangis Nantinjo? Namun pertanyaan abangnya itu bukan membuat Nantinjo diam malah membuat tangisan Nationjo semakin keras. Lau Raja pun mendekati adiknya, dipeluk dan dihibur adiknya dengan penuh kasih sayang sambil bertanya ada apa gerangan yang membuat hati adiknya begitu pilu dan sedih? Sadar bahwa abangnya begitu sayang kepadanya, Nantinjo akhirnya menceritakan segala penderitaannya dan menunjukkan luka dipunggungnya akibat siksaan yang kerap dilakukan abangnya Limbong Mulana kepadanya.
Tanpa sadar Lau Raja memanggil nama ibunya“Sibaso Bolon” sambil berujar “teganya kamu Ibu, membiarkan putri bungsumu mengalami penderitaan yang begitu berat dan tidak berkesudahan”. Sambil membelai adiknya, Lau Raja mengajak Natinjo pergi dari rumah Limbong Mulana dan ia berjanji akan menyayangi Natinjo. Mendengar ucapan dan janji abangnya, Nantinjo langsung mengikuti ajakan Lau Raja. Akhirnya Lau Raja membawa Nantinjo ke Simanindo Pulau Samosir tempatnya tinggal .Semenjak tinggal dengan Lau Raja. Nantinjo merasa senang, tenang dan bahagia. Nantinjo diberi kebebasan untuk melakukan kesenangannya bertenun walaupun abangnya miskin .
Hari lepas hari berganti, tak terasa Nantinjo sudah mulai berkembang menjadi gadis remaja yang anggun, cantik dan bersahaja. Kecantikan wajah dan sikap Nantinjo yang tidak pernah membedakan teman-temannya semakin menambah harum namanya terlebih dikalangan pemuda. Nantinjo menjadi gadis pujaan semua lelaki baik dikampungnya maupun dari kampung seberang danau toba. Seorang pemuda dari perkampungan (Huta) Silalahi sangat tertarik kepada Nantinjo dan ingin menjadikannya sebagai pendampingnya seumur hidup. Tanpa mengadakan pendekatan kepada Nantinjo, pemuda tersebut langsung meminta kedua orang tuanya untuk segera meminang Nantinjo. mendengar permintaan sang anak, orang tua pemuda tersebut sangat senang dan bangga ternyata putra mereka bemiat meminang bunga desa dari Simanindo.
Tanpa membuang banyak waktu, pihak keluarga tersebut akhirnya berangkat beserta rombongan ke rumah Lau Raja. Dengan maksud untuk meminang Nantinjo yang akan dijadikan istri dari putranya. Setelah mendengar dan mendapat pinangan tersebut, Lau Raja mengundang kedua abangnya Limbong Mulana dan Sagala Raja untuk mengadakan rapat keluarga, untuk menentukan apakah pinangan tersebut diterima atau tidak.
Ternyata, kedua abangnya mempunyai pendapat yang sama yaitu menerima pinangan tersebut. Namun Lau Raja berpendapat bahwa Nantinjo yang harus menentukan keputusan itu, diterima atau tidaknya lamaran tersebut. Kemudian mereka memanggil Nantinjo untuk hadir dalam rapat keluarga tersebut, dan mempertanyakan kepada Natinjo apakah ia bersedia menerima pinangan pihak laki-Iaki dari seberang danau toba itu? Sadar akan keberadaan dirinya yang laki-laki bukan perempuan juga bukan dengan spontan Nantinjo menjawab bahwa dirinya belum siap untuk berumah tangga. Dengan alasan Natinjo ingin menyelesaikan tenunannya terlebih dahulu agar dia bisa memakainya suatu saat nanti jika ia telah siap untuk berumah tangga.
Namun abangnya Limbong Mulana tidak memperdulikan jawaban Nantinjo dan tidak memberikan kesempatan kepada Nantinjo untuk menolak. Katanya “kamu harus menerima pinangan tersebut”. Mendengar paksaan dari abangnya itu tanpa sadar air mata Nantinjo menetes dipipi, dia berpikir tidak akan bisa melawan keinginan abangnya Limbong Mulana. Nantinjo melayangkan pandangan kepada abangnya Lau Raja dengan harapan dapat membela dirinya, namun Lau Raja pun tidak dapat membela adik yang sangat disayanginya itu karena dia sendiripun takut akan amarah abangnya Limbong Mulana. Melihat situasi seperti itu Nantinjo hanya dapat menangis dan menjerit meratapi nasibnya dalam hati.
Hanya Nantinjo sendiri yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Ketiga abangnya tidak mengetahui bahwa Nantinjo tidak sempurna dilahirkan kedunia ini sebagai seorang wanita. Nantinjo menolak karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dapat membahagiakan calon suaminya dikemudian hari. Nantinjo berusaha berpikir keras, alasan apalagikah yang tepat untuk dapat menolak lamaran tersebut.
Nantinjo terus berfikir, berusaha mencari alasan untuk menolak lamaran tersebut. Akhirnya dia mendapat ide dan mengatakan kepada abangnya: “Saya bersedia menerima pinangan dengan syarat pihak laki-laki itu harus dapat menyediakan emas satu perahu penuh serta uang ringgit satu perahu penuh” Mendengar persyaratan yang diberikan Nantinjo ternyata orang tua calon suaminya siap memenuhi permintaannya itu, bahkan calon mertuanya mengatakan lebih dari permintaanmu kami dapat kami penuhi.
Setelah kedua belah pihak sepakat, pihak lelaki kembali ke kampungnya diseberang Pulau Samosir. Keesokan harinya, pihak laki-laki itupun datang kembali beserta rombongan dengan membawa persyaratan yang diminta Nantinjo, yaitu emas satu perahu dan ringgit satu perahu.
Melihat emas satu perahu dan ringgit satu perahu keserakahan Limbong Mulana timbul, sikapnya langsung berubah lembut kepada Nantinjo. Dengan lembut Limbong Mulana mengatakan kepada adiknya “sekarang kamu tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pinangan calon suamimu itu adikku, sebab calon mertuamu sudah memenuhi permintaanmu disaksikan ketiga abang¬-abangmu serta khalayak ramai. Begitu tulusnya calon mertuamu menjadikan kamu sebagai menantu, dan sebagai abangmu yang tertua diantara kami, aku memutuskan bahwa kamu harus berangkat saat ini juga ikut dengan suamimu, Doa Restu dari kami abang-abangmu menyertai keberangkatanmu. Kami mendoakan kiranya Tuhan memberikan kebahagian lahir maupun batin kepada kamu” kata Limbong Maulana panjang lebar.
Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang: ”Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”
Lau Raja memenuhi permintaan adiknya dan berjanji akan melaksanakannya. Nantinjopun akhirnya menaiki perahu kesayangannya dan berangkat meninggalkan kampung itu mengikuti rombongan calon suaminya. Sambil mendayung perahu hati Nantinjo terus gusar. Dia tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi setelah sampai dikampung calon suaminya nanti. Kegundahan dan kekalutan pikiran Nantinjo tidak menemukan jawaban, kemudian Nantinjo memohon dan berseru kepada ibunya Sibaso Bolon, “Bu, mengapa ini harus terjadi, seandainya dahulu ibu cerita kepada semua abangnya tentang keadaan Natinjo yang sebenarnya, mungkin ini tidak akan terjadi. lbulah yang bersalah serta Limbong Mulana yang tergoda dengan emas dan ringgit satu perahu”. Dengan hati yang sangat pilu Nantinjo bertanya kepada Ibunya, “masihkah lbu sayang pada putrimu ini? kalau lbubenar-benar masih sayang dengarkanlah jeritan hati putrimu ini yang pal¬ing dalam. lbu! saya tidak mau berumah tangga sebab itu hanya akan membuat aib dikeluarga, Putrimu ini rela berkorban demi nama baik keturunan Bapak dan lbu di kemudian hari. Saya tahu ibu dapat berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa, Pintalah kepada Yang Kuasa agar saya lepas dari penderitaan ini dan persatukanlah saya dengan ibu”. Mendengar jeritan sang putri yang sangat memilukan hati, ibunya pun meminta kepada Yang Kuasa. Maka seketika itu juga turunlah hujan yang sangat lebat, angin dan badaipun datang menerjang perahu Nantinjo. Gemuruh ombak disertai halilintar turut menangis melihat penderitaan Nantinjo. Akhirnya perahu Nantinjopun tenggelam ditelan ombak danau toba. Nantinjo menemui ajalnya seketika itu juga. Ketiga abangnya yang menyaksikan hal itu merasa bersalah serta takut.
Bahkan setelah Limbong Mulana memeriksa emas dan ringgit satu perahu yang diberikan calon suami adiknya ternyata hanya diatasnya saja emas dan ringgit dibawahnya hanya gundukan pasir dan tanah. Penyesalan yang timbul selalu datang terlambat, apa mau dikata Nantinjo sudah tenggelam ke dasar danau toba.
Keesokan harinya disaat orang masih tertidur pulas Lau Raja pergi kepantai tempat perahu Nantinjo diberangkatkan dengan harapan dapat menemukan adiknya hidup maupun mati. Ditelusurinya sepanjang pantai namun tidak ditemukan jasad adiknya. Sambil menangis tersedu-sedu Lau Raja meminta dalam hatinya kepada Yang Kuasa agar jasad adik yang disayanginya dapat ditemukan.
Sayup-sayup Lau Raja mendengar bisikan: “Adikmu Nantinjo sudah saya bawa ketempat yang aman, sekarang dia bersama ibumu. Anakku hapuslah air matamu, dan lihatlah ketempat dimana perahu adikmu tenggelam, disitu kau akan melihat satu keajaiban dunia, perahu adikmu akan muncul kembali berupa pulau.“ Inilah sebagai pertanda bagi keturunanku di kemudian hari betapa tulus dan mulia pengorbanan adikmu, tidak pernah mau membuat saudaranya malu dan terhina dihadapan orang“.
Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan oleh ibunya.Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya.Lau Raja memberi nama pulau itu“PulauMalau”.
TURUNNYA ROH NANTINJO
Setelah Nantinjo tenang bersama ibunya disisi Yang Kuasa, pada suatu hari ibunya meminta Nantinjo untuk turun kebumi untuk melihat keturunan ibunya. Itulah pertama sekali Nantinjo menumpang ke tubuh orang (marhuta¬ hula) di desa sagala. Pada saat itu ada seorang ibu, istri dari marga sagala sedang pendarahan dan Nantinjo menumpang ke tubuh orang yang kurang waras. Nantinjo meminta air untuk menyembuhkan si ibu namun orang-orang yang ada dirumah itu berserta keluarga si ibu tersebut mengatakan bagaimana kamu bisa membantu, kamu saja kurang waras, namun Nantinjo tetap meminta air, akhirnya mereka memberikan air yang diminta Nantinjo dan dia mengobati si ibu.
Betapa herannya orang yang ada dirumah itu karena si ibu dapat sembuh. Akhirnya mereka bertanya “siapa kamu sebenarnya, lalu Nantinjo menjawab: saya adalah namboru kalian Nantinjo” mereka menjawab Nantinjokan sudah tenggelam, tetapi Nantinjo menjawab bahwa Rohnyalah yang menumpang pada orang yang kurang waras tersebut serta mengatakan “Jikalau kalian butuh bantuan panggillah namaku, terlebih kalau di danau toba. Natinjo juga berpesan kepada mereka, kalau telur ayam kalian mengecil jangan kalian takut sebab akulah yang meminta, kalau padimu tertinggal disawah dan tidak dapat kamu panen akulah yang memintanya. Kemudian Nantinjo kembali lagi kesisi ibunya.
Melihat keturunannya (pomparan) semakin berantakan serta sering memanggil-manggil nama putrinya Akhirnya Ibunya Sibaso Bolon meminta Nantinjo kembali ke dunia untuk membantu keturunannya dan mengupayakan untuk mempersatukan kembali keturunan ibunya.
Sekarang Nantinjo dapat kita temui melalui nai Hotni yang ada di Cianjur untuk meminta pertolongan ataupun menggali sejarah Pomparan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Sebelumnya nai Hotni juga tidak mengetahui kalau dirinya telah dipilih Nantinjo sebagai hasorangan (yang menggendong Nantinjo). Memang semenjak kecil telah terjadi keanehan yang selalu dibuat nai Hotni melalui Nantinjo. Pada usia empat tahun nai Hotni telah menyembuhkan seorang gadis yang sakit parah bahkan sudah divonis dokter tidak panjang umur. Saat ini gadis yang divonis harus meninggal itu masihlah hidup dan umurnya kira-kira 60 tahun kurang lebih. Dan gadis itu berada di daerah sidikalang, tepatnya di sumbul. Dan yang lebih aneh jikalau nai Hotni marah ataupun sedang kesal diwaktu kecil cukup diberikan sebuah jeruk purut, maka amarah dan kesalnya akan hilang, tidak seperti kebiasaan anak lainnya yang dapat dibujuk dengan permen atau mainan.
Nai Hotni adalah hasorangan namboru Nantinjo yang ke Lima. Yang pertama gadis yang kurang waras di desa sagala meskipun hanya sekejap,yang kedua sampai ke empat namboru memilih dari boru Limbong, boru sagala dan boru malau. Sebelum nai Hotni resmi menjadi hasorangan Nantinjo kehidupannya sangat menderita. Kalau kita mendengar ceritanya hampir mirip dengan penderitaan Nantinjo, semenjak merantau tahun 1994 ke pulau Jawa, tepatnya Jawa Barat kehidupan keluarga nai Hotni sangat menderita. Adapun tujuan mereka merantau untuk merubah nasib namun ternyata justru penderitaan yang datang silih berganti.
Pada saat itu nai Hotni dengan suaminya hidup dari berdagang. Agar dagangannya laris mereka mencoba meminta bantuan kepada orang pintar (Dukun), orang pintar tersebut mengatakan bahwa nai Hotni tidak perlu minta bantuan karena ada yang mengikutinya, nai Hotni pun menoleh dan menjawab tidak ada yang mengikuti saya! Sang dukun mengatakan bahwa dia diikuti wanita yang berjubah putih. Semakin penasaran nai Hotni lalu bertanya siapa? Namborumu jawab dukun itu, wong namboru saya masih hidup jawab Nai Hotni sang dukun tersebut menjawab, yang diatas, karena bingung Nai Hotnipun akhirnya pulang.
Suatu ketika, si Hotni demam lalu nai Hotni membawa anaknya ke dukun untuk minta diobati namun sang dukun tidak mau memberikan dengan alasan tidak mampu mengobati karena dihalang-halangi wanita berjubah putih. Sang dukun mengatakan hanya pakai air liur ibu saja anak ibu sehat, karena bingung dan bercampur kesal ia pun pun pulang kerumah. Sesampai dirumah sambil tiduran menjaga si Hotni, dia teringat apa yang dikatakan dukun tadi, lalu Nai Hotni mengusapkan liurnya kedahi putrinya, setelah diusapkan ternyata panas si Hotni benar-benar hilang.
Akhir tahun 1995 nai Hotni jatuh sakit, dokter sudah menyatakan tidak sanggup untuk menyembuhkan nai Hotni, suaminya sangat bingung mau dibawa kemana istri tercintanya? dibawa berobat sementara penghasilanpun sudah tidak ada, disaat sang suami sudah pasrah datanglah seorang ibu menganjurkan agar nai Hotni mengurus namboru yang selalu mengikutinya. Ibu itu juga mengatakan ia hanya dapat memberikan jeruk purut (anggir) ini untuk diminum. nai Hotnipun meminum jeruk purut tersebut dan kesehatannya pun mulai membaik.
Kemudian sang suami memutuskan untuk mengadakan gondang (gendang) dikampung, namun tidak mungkin dilakukan karena pada saat itu karena nai Hotni sedang hamil tua. Karena tidak jadi mengadakan gondang, kehidupan nai Hotni semakin runyam dan tersiksa. Akibat rasa sakit yang tidak tertahankan lagi akhirnya ama nihotni pun memutuskan untuk segera mengadakan gondang tahun 1997 di kampung. Setelah mengadakan gondang barulah datang Namboru Paraek Bunga-bunga setelah itu baru Namboru Nantinjo datang ke nai Hotni.
Memanggil namboru Nantinjo harus terlebih dahulu memanggil Namboru Paraek Bunga-bunga sebab kesucian Namboru Nantinjo lebih tinggi, tidak boleh Nai Hotni langsung memanggil Namboru Nantinjo. Inilah satu pertanda dimana namboru Nantinjo yang sebenarnya.
Pada tahun 1999 Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Buhit pulau Samosir. Pada saat itu sesepuh dari marga Limbong tidak memberikan ijin dikarenakan tidak pernah ada yang dapat mengadakan gondang ditempat itu katanya! Lalu namboru menjawab, kenapa kamu melarang sayamembuat gondang di kampung saya sendiri? kalau yang lain bisa kamu larang, tetapi saya tidak boleh kamu larang! Akhirnya sesepuh limbong tidak dapatberbuat apa-apa gondang pun dilaksanakan. Gondang tersebut berjalan dengan lancar dan sejak saat itulah orang-orang yang membawakan nama Namboru Nantinjo mengadakan acara gondang dibuhit.
Satu tahun kemudian Namboru Nantinjo mengadakan gondang di Simanindo tepatnya tanggal 9 Juni 2000, untuk Patappehon Oppung Silau Raja kepada hasorangannya Nai Dianto boru Sidauruk Istri dare Ama Dianto Malau yang sekaligus menjaga Bulu Turak Namboru Nantinjo. Melalui hasorangan namboru Nantinjo nai Hotni boru sagala, acara patappehon oppung Silau Raja berjalan dengan lancar.
NAMBORU MENGADAKAN GONDANG DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH
Untuk mempersatukan seluruh keluarga dari saudaranya laki-Iaki (ibotonya) namboru Nantinjo mengadakan Pesta Budaya Batak di Taman Mini Indonesia Indah (TMIl) pada tanggal 7 Oktober 2000. Seluruh keturunan (pomporan) ibotonya pada saat itu hadir dalam acara tersebut. Pada kesempatan itu namboru Nantinjo menceritakan riwayat hidupnya, serta memperagakan bagaimana dia tenggelam di danau toba. Seluruh keturunan ibotonya itu sangat antusias ingin mengetahui sejarah yang sebenarnya.
Namboru Nantinjo selalu menjawab apa yang dinginkan keturunan ibotonya. Pada saat acara berlangsung terjadi keajaiban yang luar biasa, turunnya hujan yang sangat deras disertai angin yang sangat kencang. Ternyata penguasa alam gaib datang bertanya kepada Nantinjo siapa kamu berani-berani membuat acara ditempat saya? Nantinjo menjawab, saya keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Abang saya Raja Uti, Saribu Raja,Limbong Mulana dan Sagala Raja. lalu Nantinjo balik bertanya, siapa gerangan penguasa alam gaib yang datang? Yang ditanya hanya diam seribu bahasa. Namun dia menangis sepertinya ikut merasakan kepedihan hati Nantinjo. Karena tidak ada jawaban dari penguasa alam gaib tersebut, Nantinjo akhirnya berkata: “siapapun kamu yang datang ini, saya mohon jangan ganggu acara yang sedang saya lakukan, dan saya harap kamu bersedia membantu saya mengembalikan pulau malau yang telah diambil oleh orang lain”. Penguasa alam gaib itu tetap diam namun tidak bergeming dari tempatnya, acarapun dilanjutkan kembali.
Ketika sedang asik menari (manortor) tiba-tiba namboru Nantinjo mendadak datang dan bercerita kembali sambil bertanya kepada keturunan ibotonya, apakah mereka mau membantu dia untuk mengembalikan pulau malau? serempak keturunan ibotonya menyanggupi permintaan Nantinjo. Setelah semua keturunan ibotonya menyanggupi permintaan Nantinjo ditentukanlah kapan dan bagaimana cara pengembalian pulau malau. Setelah berunding, ditentukanlah siapa yang ditunjuk sebagai perwakilan untuk menemui keluarga sidauruk, dan selanjutnya akan diadakan gondang di pulau Malau setelah urusan dengan Marga Sidauruk selesai.
Utusan yang sudah ditentukan berangkat menuju rumah Sidauruk tanggal 02 Pebruari 2002 untuk membicarakan surat-surat pulau Malau,namun pihak Sidauruk meminta agar mereka membawa perwakilan malau yang ada di Simanindo dua atau tiga orang, jikalau sudah ada, maka utusan Malau dari simanindo pihak sidauruk akan memberikan surat-surat pulau Malau.
Utusan yang dikirim meminta ijin kepada pihak Sidauruk untuk mengadakan gondang di pulau malau, dan hal itupun disetujui. Sambil menunggu Malau dari simanindo dapat diundang untuk dapat bertemu dengan pihak sidauruk.
MENGEMBALIKAN PULAU MALAU
Setelah ada ijin dari pihak Sidauruk maka pada Tanggal 28-30 Juni 2001 diadakanlah gondang dipulau malau sebagai tanda bahwa pulau malau telah kembali sekaligus mempersatukan keturunan orang tuanya Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon. Semua keturunan iboto Nantinjo hadir dalam acara tersebut, bahkan hadir hasorangan yang jumlahnya delapan belas orang yang membawakan nama Nantinjo datang pada saat itu.
Ketika acara sudah dimulai hasorangan yang membawakan Nantinjo mulai kesurupan satu-persatu, namun namboru Nantinjo yang sebenarnya belum datang. Diperkirakan ia sedang memantau apa saja yang dikatakan oleh orang¬-orang yang mengaku sebagai hasorangannya, karena jikalau benar sebagai hasorangan, Nantinjo harus tau apa yang dikatakan serta apa yang harus diperbuat dalam acara tersebut. Begitu hebatnya perdebatan yang terjadi pada saat itu antara yang mengaku hasorangan Nantinjo dengan keturunan iboto Nantinjo, akhirnya Nantinjo datang melalui nai Hotni. Ia mengumpulkan orang¬-orang yang mengaku sebagai hasorangan Nantinjo, dia mengatakan “bahwa mereka adalah sebahagian yang membawa tas (hajut) serta pengawal Nantinjo. kemudian Nantinjo meminta mereka semua menangis di hadapan yang hadir di acara tersebut.
Semua yang mengaku hasorangan Nantinjopun menangis, lalu Nantinjo menyuruh panuturinya (penterjemah) ama nihotni untuk mempersiapkan napuran (debban) untuk dibagi-bagikan kepada mereka sebagai upah. Tanpa sepengetahuan keturunan ibotonya, Nantinjo melakukan semua itu kepada orang-orang yang mengaku hasorangannya dengan tujuan supaya keturunan ibotonya itu mengetahui siapa sebenarnya yang dipilihnya menjadi hasorangannya dan sebagai tambahan yang sangat renting. Untuk menambah pengetahuan para pembaca bahwa tikar tempat duduk namboru Nantinjo harus tiga lapis yang mempunyai arti bahwa namboru Nantinjo sudah menjalani Banua Toru (tenggelam didanau toba) Banua Tonga (semasa hidupnya) dan Banua Gijang (menghadap Yang Kuasa).
Tujuan mulia yang dilakukan Nantinjo kepada keturunan ibotonya, ternyata disalahartikan oleh keturunan ibotonya. Pulau malau yang seharusnya sudah kembali kepada si pemilik menjadi permasalahan kembali karena pihak sidauruk tidak mau lagi memberikan surat-surat pulau malau karena keturunan iboto Nantinjo. bahkan kabarnya sebahagian pihak malau saat ini berusaha agar hasorangan namboru nantinjo harus boru malau.
Berbagai cara dilakukan malau yang ada di simanindo untuk menggagalkan kembalinya pulau malau, yang seharusnya sesuai dengan janji atau sumpah kakeknya ketika melihat pulau malau pertama kali harus mereka laksanakan. Kita saja kalau makam orang tua kita diserobot orang kita pastilah marah. Mengapa pulau malau sebagai pertanda dari leluhur kita tidak kita rawat sebaik mungkin, malah saat ini justru orang lain yang memilikinya. Tidak tertutup kemungkinan hal ini yang membuat keturunan Oppu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon semakin susah hidupnya. Pernahkah kita menyadari hal ini. Hal ini juga yang membuat namboru Nantinjo setengah hati untuk membantu keturunan dari ibotonya karena Nantinjo merasa sedih kita keturunan ibotonya membiarkan sibuk-sibuk (daging) namboru kita dikuasai orang lain.
Tidak tertutup kemungkinan semakin menderita kehidupan masyarakat Batak disekitar Danau Toba serta pulau samosir saat ini disebabkan Pulau malau dikuasai marga Sidauruk serta kurangnya perhormatan yang kita lakukan terhadap leluhur. Coba kita kilas balik ke belakang, zaman Nahum Situmorang almarhum, beliau sampai berani menciptakan lagu pulau Samosir yang terkenal dengan kacangnya serta padinya, Tao Toba, Parapat sebagai Kota turis. Sekarang apa yang kita lihat tidak ada perkembangan bahkan dapat kita katakan lagu-Iagu ciptaan Bang Nahum Situmorang untuk saat ini tidak berlaku lagi melihat kondisi pulau samosir dan Danau Toba, coba kita renungkan dan kita benahi.
Pesta Mempersatukan Keturunan Ompu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon
Mangkaroani Air Batu Sawan Ompu Raja Uti
Tanggal 17-18-19 Juni 2002
Pada Tanggal 17-19 Juni 2002 namboru Nantinjo mengadakan gondang selama tiga hari-tiga malam untuk mempersatukan keturunan abangnya didesaParik Sabungan Limbong Sianjur Mula-mula. Sesuai dengan adat yang telah berlaku. Undangan yang telah disebarkan kepada keturunan Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dengan Pemerintah setempat Bupati, Camat, Kepala Desa serta Raja Adat turut menghadiri acara tersebut.
Dalam acara tersebut keturunan Ompu Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon memberikan kenang-kenangan berupa Ulos Batak kepada robongan Bupatibeserta jajarannya serta memberikan buku sejarah Nyi Roro Kidul yang menceritakan bahwa dia adalah Putri sulung dari Raja Batak, Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon yang bernama Biding Laut. Selanjutnya Bupati memberikan bantuan sebagai tanda turut berpartisipasi. Pada malam harinya yang hadir meminta kepada nai Hotni boru Sagala untuk memanggil namboru Nantinjo untuk bercerita kepada keturunan abangnya.
Setelah acara ritual dilaksanakan namboru Nantinjo datang dan bercerita bahwa abangnya Saribu Raja dan Lau Raja telah kembali ke kampung halamannya karena keturunannya telah bersatu hati. Katanya “ Ia sangat bahagia melihat abangnya telah melihat kalian telah bersatu”. Keturunan abangnya pun mengucapkan terima kasih kepada namboru meminta kepada Oppung agar memberkati kami keturunannya.
Keesokannya, dipagi hari, tanpa sepengetahuan seorangpun melalui hasorangannya A. Raja Limbong dari sidikkalang Oppu Raja Uti datang dan menceritakan kegembiraan serta kebahagiannya melihat keturunannya telah bersatu.

Sumber : http://parapat.org/index.php?option=com_content&view=article&id=40:legenda-namboru-nantinjo-a-namboru-kanjeng-ratu-nyi-roro-kidul-biding-laut&catid=27:turi-turian&Itemid=13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar