Sejarah Oppu Soributtu Sidabutar di Tomok

Oppu Soributtu Sidabutar dan keturunannya sudah lebih dari 4 (empat) abad mendiami Tomok secara turun temurun. Tomok yang dimaksud, kini disebut dengan Desa Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Sebelum mendiami Tomok, putra sulung Oppu Raja Hasahatan (Guru Sohationdion) Sidabutar ini bersama saudara kandungnya, bermukim di Batu Tanggang, wilayah yang berhimpitan dengan Tuktuk Siasu (kini dikenal dengan nama Kelurahan Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo).

         

Tambatua yang putra kedua Raja Nai Ambaton memiliki tiga putra, yakni Raja Sitonggor Dolok, Raja Lumban Tongatonga dan Raja Lumban Toruan.  Raja Lumban Tongatonga memiliki cucu bungsu yang bergelar Datu Parngongo. Guru Sotindion yang juga bergelar Sojoloan atau Guru Sohalosan merupakan putra dari Datu Parngongo. lstri Guru Sotindion boru Lumban Gaol melahirkan empat putra yang kemudian masing-masing menurunkan pula nama-nama Toga Sidabutar, Toga Sijabat, Toga Siadari dan Toga Sidabalok. Keempat bersaudara ini dikenal dengan nama Raja Si Opat Ama. Disebut dengan nama itu, karena merupakan putra dari empat ayah yang bersaudara kandung  tetapi lahir dari satu ibu yang sama boru Pandiangan.    

        

Oppu Hasahatan Sidabutar merupakan generasi keempat keturunan Raja Sidabutar. Anak dari Oppu Raja Galung dan cucu dari Oppu Raja Sihat dan Putra sulung Oppu Hasahatan yakni Oppu Soributtu, kemudian pindah dari Batu Tanggang lalu menempati Tomok. Ada lima putra Oppu Soributtu, yakni:

1. Oppu Parhutamtam;
2. Oppu Pamolus;
3. Oppu Pajongga;
4. Oppu Porhas Marjonjon;
5. Guru Hatiaran.

 

Riwayat perpindahan

 

          Menurut legenda yang hidup, Si Raja Batak, yang diakui sebagai nenek moyang seluruh orang Batak, tinggal di Pusuk Buhit, sebuah perbukitan yang tidak jauh dari Pangururan. Ibukota Kabupaten Samosir sekarang. Di kemudian hari, satu dari keturunannya, yakni Tambatua menempati wilayah Tamba, kini dikenal dengan Desa Tamba, Kecamatan  Sitiotio, Kabupaten Samosir. Perpindahan Tambatua dari Pusuk Buhit ke Desa Tamba diperkirakan terjadi pada abad ke-14 Masehi. (lihat artikel 

SEJARAH POMPARAN RAJA NAI AMBATON ).

          Datu Parngongo, seorang dari keturunan Tambatua, yang terkenal pada jamannya sebagai seorang datu yang sakti, meninggalkan Desa Tamba, hijrah ke Batu-batu, kini masuk wilayah Ambarita Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.  Di Batu-batu, lahirlah generasi keempat keturunan Datu Parngongo, yang diberi gelar dengan nama Raja Si Opat Ama (Raja Sidabutar, Raja Sijabat, Raja Siadari dan Raja Sidabalok). Masa hijrah dari huta Tamba ke Batu-batu ini diperkirakan berlangsung pada abad ke-15 Masehi. Setelah cukup lama bermukim di Batu-batu, yakni pada abad ke-16 Masehi, seorang dari keturunan Toga Sidabutar, yakni Guru Hasahatan mencari tempat baru dan menemukannya di Batu Tanggang, kini masuk dalam wilayah Kelurahan Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Di Batu Tanggang inilah lahir putra sulungnya Oppu Soributtu dan enam putra lainnya.

          Karena di Batu Tanggang juga ikut bermukim marga-marga lain, maka pada abad ke-17 Masehi, hampir seluruh putra Oppu Hasahatan mencari lahan baru dengan meninggalkan Batu Tanggang secara bertahap. Oppu Soributtu sendiri hijrah ke Selatan, beberapa kilometer di Selatan Batu Tanggang, yakni Tomok. Saudara-saudaranya ada yang kembali ke Ambarita, ada yang ke Barus, ada yang ke Sibisa, ada yang ke Tarutung dan ke Balige. Oppu Soributtu dan putra-putranya menetap di Tomok. Sejak itulah, keturunan Oppu Soributtu Sidabutar berkampung halaman (Bona Pasogit) di Tomok.

          Areal yang dijadikan Oppu Soributtu dan putra-putranya sebagai perkampungan awal adalah Tomok Bolon, di tepian Danau Toba. Namun, lahan di seantero Tomok segera dikuasai dan diusahai, baik untuk pertanian dan perladangan maupun untuk peternakan.

          Dengan bertambahnya jumlah keluarga keturunan Oppu Soributtu, baik dari garis putra maupun garis putri (menantu dari marga lain) maka tumbuh pula tempat pemukiman atau perkampungan baru di lahan di sekitar perladangan, pertanian dan peternakan mereka. Perkampungan baru itu ada yang disebut Huta, ada Lumban dan ada Sosor.

 

Peta Tomok

 

          Wilayah yang dijadikan perkampungan, pertanian, peternakan dan keperluan usaha lain itu meliputi sel;uruh lahan di Tomok. Garis perbatasannya adalah sebagai berikut:

·         Di sebelah Timur, berbatasan dengan Danau Toba;

·         Di sebelah Selatan, berbatasan dengan Lontung;

·         Di Sebelah Barat, berbatasan dengan Ronggur ni huta;

·         Di sebelah Utara, berbatasan dengan Binanga Jambu/Si Lima Tali.

Untuk jelasnya, huta, lumban dan sosor yang masuk dalam wilayah Tomok adalah sebagai berikut:

1. Lumban Silalahi, Sosor Bolon, Bulu Duri, Lumban Sidabutar, Siholing, Gurning, Sitio, Tomok Bolon, Lumban Galung, Sosor Dame, Janji Marapot, Sosor Pasir, Lumban Sijabat,

   Parhudonan, Sosor Dolok dan Sipariama di Tomok bagoan Timur;

2. Simangambat, Mual na Pultak, Sosor Galung, Unte Anggir dan Batu Manimbun di Tomok

      bagian Utara;

3.    Pangambatan, Sosor Mangadar, Buttu Nauli, Pealilit dan Siharbangan di Tomok  bagian Selatan;

4.    Huta Bolon, Sosor Tolong, Lumban Sinurat, Lumban Simarmata, Lumban Nadeak, Huta Raja, Tanjungan, Sihudon, Sigarantung dan Siulak Hosa di Tomok bagian Barat.

Seluruh wilayah tersebut, sejak awal (abad ke-17 Masehi) dikuasai oleh Keturunan Oppu Soributtu Sidabutar. Pusat kekuasaan tetap berada di Tomok Bolon. Hal itu ditandai dengan berdirinya Ruma Bolon (Ruma Parsilaonan) sebagai tempat kediaman Raja Jolo, yang kemudian bergelar Raja Dihuta, Sopo Bolon sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka dan Parulubalangan di Tomok Bolon.

Di Tomok Bolon pula ditempatkan Tambak Dolok, yang merupakan pusat pemakaman Oppu Soributtu, putra-putranya dan beberapa cucunya. Setiap makam nenek moyang Sidabutar Oppu Soributtu di Tambak Dolok itu  terdiri dari dua bagian batu utuh yang dipahat. Bagian bawah merupakan batu utuh yang paling besar, diberi rongga. Ke dalam rongga itulah tulang belulang leluhur itu dimasukkan. Bagian atas juga dari batu utuh yang dipahat, sebagai penutup rongga, penyimpangan tulang belulang di bawahnya. Bentuk batu penutup itu mirip atap ruma adat Batak.

Hingga dasawarsa 1950-an, ada batu penutup rongga itu yang dapat dibuka-tutup, baik untuk keperluan prosesi adat maupun untuk keperluan penting lainnya. Atas saran Pemerintah setempat, yang kemudian disepakati dalam rapat adat keturunan Oppu Soributtu, batu penutup itu tidak diperbolehkan lagi untuk dibuka. Alasannya, untuk menghormati leluhur serta untuk melestarikan situs budaya dan sejarah jaman neolitik. Sejak itu pula, Tambak Dolok tidak lagi diperbolehkan  sebagai tempat pemakaman baru.

Makam Op. Soributtu Sidabutar di Tomok

Sumber : POROSS.ORG (Punguan Pomparan Op. Soributtu Sidabutar Tomok)